PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Produk investasi reksa dana syariah bisa menjadi alternatif yang baik untuk menggantikan produk perbankan yang pada saat ini dirasakan memberikan hasil yang relatif kecil.
Mekanisme investasi reksa dana sebenarnya mirip dengan investasi bagi hasil. Para investor dan manajer investasi “patungan” untuk melakukan investasi ke dalam berbagai produk investasi yang memerlukan modal yang besar. Sedangkan keputusan untuk melakukan investasinya dipegang sepenuhnya oleh manajer investasi yang lebih ahli dan berpengalaman. Selanjutnya, hasil keuntungan investasi tersebut dibagihasilkan diantara para investor dan manajer investasi sesuai dengan proporsi modal yang dimiliki.
Mekanisme bagi hasil sesuai dengan aturan syariah, namun yang jadi masalah adalah langkah investasi yang dilakukan manajer investasi dilakukan dengan bebas tanpa batasan aturan syariah. Untuk itulah diciptakan produk reksa dana syariah dimana keputusan investasi yang dilakukan oleh manajer investasi dilakukan dalam batasan-batasan rambu syariah. Dengan cara ini, hasil investasi yang dibagikan kepada para investor menjadi bersih dari riba dan unsur yang tidak halal lainnya. Walaupun produk reksa dana syariah masih terbatas jumlahnya, namun bisa menjadi alternatif yang baik bagi umat muslim yang ingin mendapatkan hasil investasi yang halal.[1]

B.     Rumusan Masalah
                              1.            Apa yang dimaksud dengan reksa dana syariah itu?
                              2.            Apa saja keuntungan dan risiko dari reksa dana syaruah itu?
                              3.            Apa saja jenis-jenis reksa dana syariah itu?

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Reksa Dana Syariah
Reksa dana diartikan sebagai suatu wadah yang dipergunakan untu menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.[2]

B.     Keuntungan dan Risiko Investasi melalui Reksa Dana Syariah
Investor yang melakukan investasi melalui reksa dana umumnya memiliki tujuan untuk memperoleh hasil investasi yang menarik dan optimal dalam jangka panjang namun tetap memberikan pendapatan yang memadai melalui infestasi pada efek yang bersifat ekuitas, obligasi atau efek yang bersifat hutang lainnya dan instrumen pasar uang yang sesuai dengan syariah Islam.[3]
Keuntungan investasi melalui reksa dana:
                              1.            Diversifikasi investasi
Divesrtifikasi yang terwujud dalam bentuk portofolio yang akan menurunkan tingkat risiko
                              2.            Kemudahan investasi
Reksa dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar modal.
                              3.            Efisiensi biaya dan waktu
Pengelolaan yang dilakukan oleh manajer investasi secara profesional, tidak perlu bagi investor untuk memantau sendiri kinerja investasinya tersebut.
                              4.            Likuiditas
Pemodal dapat mencairkan kembali saham atau unit penyertaan setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana, sehingga memudahkan investor untuk mengelola kasnya.
                              5.            Transparansi informasi
Reksa dana diwajibkan memberikan informasi atas perkembangan portofolio dan biayanya, secara berkala dan continue.

Risiko investasi dengan reksa dana
                              1.            Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portofolio reksa dana tersebut.
                              2.            Risiko likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya.
                              3.            Risiko politik dna ekonomi
Perubahan kebijakan ekonomi politik dapat mempengaruhi kinerja bursa efek dan perusahaan sekaligus.
                              4.            Risiko pasar
Terjadinya fluktuasi di pasar efek akan berpengaruh langsung pada nilai bersih portofolio, terutama jika terjadi koreksi atau pergerakkan efek.
                              5.            Risiko inflasi
Terjadinya inflasi akan menyebabkan menurunnya total real return investasi.
                              6.            Risiko nilai tukar
Pergerakkan nilai tukar akan mempengaruhi nilai sakuralis yang termasuk foreign investment setelah dilakukan konversi dalam mata uang domestik.
                              7.            Risiko spesifik
Risiko yang dimiliki oleh sakuralis.
                              8.            Risiko wanprestasi
Wanprestasi (default) dapat terjadi akibat adanya kondisi luar biasa (force majeur) yang menyebabkan kegagalan emiten dalam memenuhi kewajibannya.[4]

C.    Jenis-jenis Reksa Dana Syariah
Menurut Pontjowinoto, jenis-jenis reksa dana syariah dapat dikembangkan menjadi:
                              1.            Reksa Dana Pendapatan Tetap-Tanpa Unsur Saham
Adalah reksa dana yang mengambil strategi investasi dengan tujuan untuk mempertahankan nilai awal modal dan mendapat pendapatan yang tetap. Reksa dana ini dapat dengan mudah mempertahankan nilai awal modal karena tidak memiliki risiko kerugian yang umumnya dapat ditimbun oleh efek saham. Namun, reksa dana ini sulit untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga pinjaman.
                              2.            Reksa Dana Pendapatan Tetap-Dengan Unsur Saham
Adalah reksa dana yang apabila dalam alokasi investasi ditentukan bahwa sekurang-kurangnya 80 persen dari nilai aktivanya diinvestasikan dalam efek hutang dan sisanya dapat diinvestasikan (seluruhnya atau sebagian) dalam efek hutang. Reksa dana ini sangat sesuai bagi pemodal yang tidak berkeberatan untuk menanggung risiko kehilangan sebagian kecil dari modal atau dana awal untuk mendapatkan kemungkinan memperoleh pendapatan yang cukup besar dibandingkan dengan hasil investasi di deposito.
                              3.            Reksa Dana Saham
Adalah reksa dana yang disebut juga reksa dana jenis ekuitas. Reksa dana ini harus menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen dari asetnya dalam efek ekuitas atau saham. Mengingat investasi disaham memiliki risiko hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan investasi efek hutang atau pasar uang, maka reksa dana dalam jangka panjang ini secara teratur menyisihkan pendapatan sebagian sumber daya investasi.
                              4.            Reksa Dana Campuran
Reksa dana ini mempunyai kebebasan dalam menentukan alokasi asset sehingga sewaktu-waktu mempunyai portofolio investasi dengan mayoritas saham dan lain waktu merubah sehingga menjadi mayoritas obligasi. Dengan demikian, bila biaya pemakaian dana sedang tinggi, maka pasar modal umumnya melesu dan harga saham cenderung menurun, sebaliknya, bila biaya pemakaian biaya dana sedang maka pasar modal umumnya akan bergairah dan harga saham cenderung meningkat.[5]

DAFTAR PUSTAKA

Akhsien, H, Inggi. Investasi Syariah di Pasar Modal Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Anshori, Abdul Ghofur. Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama, 2008.
Muhammad. Dasar-dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: EKONISIA, 2004.
Tan, Inggri. Bisnis dan Investasi Sistem Syariah. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009.


[1] Inggri Tan, Bisnis dan Investasi Sistem Syariah (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), 33.
[2] Inggi H. Akhsien, Investasi Syariah di Pasar Modal Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), 73.
[3] Abdul Ghofur Anshori, Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di Indonesia (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), 56.
[4] Ibid., 58-59.
[5] Muhammad, Dasar-dasar Keuangan Islami (Yogyakarta: EKONISIA, 2004), 189-190.

Readmore »»   Reksa Dana

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
Baitul Mal (BM) setelah berubah menjadi Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (profit sharing), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin.[1]
Pada praktiknya, istilah Baitul Mal wa Tamwil ditafsirkan sebagai lembaga yang memiliki dua pengertian dan dua fungsi:
1.      Baitul Tamwil (Bait: rumah, at-Tamwil: pengembangan harta) adalah melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investai dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
2.      Baitul Mal (Bait: rumah, Maal: harta) adalah menerima titipan dana zakat, infaq, dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.[2]

B.     Sumber-sumber Keuangan Baitul Mal wa Tamwil
1.      Zakat dan shadaqah
2.      Jizyah (jaminan keamanan), adalah harta kekayaan yang harus dibayar oleh non-muslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, dan tidak wajib militer.[3]
3.      Kharaj, adalah pajak tanah yang dipungut kepada non-muslim ketika Khaibar ditaklukkan.
4.      Ghanimah,
5.      Fay’, diperoleh dari barang yang dirampas dari orang-orang yang tidak beriman dan takluk (menyerah) dalam perang.
6.      Ushur, adalah retribusi atau bea cukai atas barang yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya lebih dari 200 dirham.[4]

C.    Akad dan Produk Dana BMT
Dalam menjalankan usahanya, berbagai akad yang ada pada BMT mirip dengan akad yang ada pada bank pembiayaan rakyat Islam. Adapun akad-akad tersebut adalah: Pada sistem operasional BMT, pemilik dana menanamkan uangnya di BMT tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Produk penghimpunan dana lembaga keuangan Islam adalah (Himpunan Fatwa DSN-MUI , 2005):
                              1.            Giro wadiah, adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. Dana nasabah dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh BMT. Besarnya bonus tidak ditetapkan di muka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif (Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/IV/2000).
                              2.            Tabungan mudarabah, dana yang disimpan nasabah akan dikelola BMT, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal dan lembaga keuangan Islam bertindak sebagai mudharib (Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000).
                              3.            Deposito mudarabah, BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan Islam dan mengembangkannya. BMT bebas mengelola dana (mudarabah mutlaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan nasabah sebagai shahibul mal. Ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk usaha tertentu. Nasabah memberi batasan penggunaan dana untuk jenis dan temat tertentu. Jenis ini disebut mudarabah muqayyadah.[5]

D.    Prinsip-prinsip Usaha BMT
                              1.            Prinsip wadiah, merupakan akad penitipan barang atau uang pada BMT, oleh sebab itu, BMT berkewajiban menjaga dan merawat barang tersebut dengan baik serta mengembalikannya saat prinsip (muwadi’) menghendakinya. Prinsip wadiah dibagi menjadi dua, yakni:[6]
a.       Wadiah amanah,yaitu penitipan barang atau uang, tetapi BMT tidak memiliki hak untuk mendayagunakan titipan tersebut.
b.      Wadiah yad dhomanah, akad penitipan barang atau uang (umumnya berbentuk uang) kepada BMT, namun BMT memiliki hak untuk mendayagunakan dana tersebut.[7]
                              2.            Prinsip mudharabah, merupakan akad kerja sama modal dari pemilik dana (shohibul maal) dengan pengelola dana atau pengusaha (mudharib) atas dasar bagi hasil. Dalam hal penghimpunan dana, BMT berfungsi sebagai mudharib dan penyimpan sebagai shohibul maal.[8]

E.     Penyaluran Dana pada Mayarakat
                              1.            Mudharabah dan musyarakah, dalam hal ini BMT menyediakan modal (sebagaia shahibul maal) kepada seseorang pengelola modal (mudharib) dengan cara bagi hasil.
                              2.            Murabahah dan bai’u bithaman ajil, BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa untuk melakukan pembelian barang atas nama BMT.
                              3.            Qardhul hasan (pembiayaan kebajikan), disebut pembiayaan kebajikan sebab sistem ini lebih bersifat sosial dan non-profit. Sedangkan sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (noncost of money).[9]

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul dan Ulfah, Mariyah. Kapita Selekta Ekonomi Islam. Bandung: Alfabeta, 2010.

Huda, Nurul dan Heykal, Muhammad. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.

Muhammad. Lembaga Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Lubis, Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.

Ridwan, Muhammad. Manajemen Baitul Maal wa Tamwil. Yogyakarta: UII Press, 2004.


[1] Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam (Bandung: Alfabeta, 2010), 115.
[2] Ibid., 116.
[3] Muhammad, Lembaga Ekonomi Syari’ah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 56.
[4] Ibid., 58.
[5] Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), 366-367.
[6] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (Yogyakarta: UII Press, 2004), 150.
[7] Ibid., 151.
[8] Ibid., 152.
[9] Suhrawardi Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 122.

Readmore »»   BMT